GELORA.CO - Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai, kasus kantor bupati digadaikan ke bank tidak hanya terjadi di Kepulauan Meranti. Tidak tertutup kemungkinan kasus serupa terjadi di daerah lainnya.
Diketahui, tanah dan bangunan kantor bupati Meranti telah digadaikan oleh Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, Muhammad Adil ke Bank Riau Kepri (BRK) Syariah senilai Rp 100 miliar.
Agus meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk menelusuri adanya kasus serupa di daerah lainnya. Menurut Agus, KPK dapat memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menelusuri hal tersebut.
"Jangan hanya berhenti di Meranti saja. Saya khawatir beberapa pemerintah daerah melakukan hal yang sama. Tidak hanya di Meranti. Panggil saja Kemendagri dan Kemenkeu. Coba cek, saya yakin pasti ada. Ini korupsi soalnya," kata Agus kepada Beritasatu.com, Minggu (16/4/2023).
Keyakinan Agus bukan tanpa alasan. Dikatakan, kasus aset negara digadaikan pernah terjadi beberapa tahun lalu. Namun, kasus tersebut menguap begitu saja.
"Hal-hal ini bukan soal pertama atau kedua. Ini persoalan dasar, aset negara kok digadaikan," tegas Agus.
Ditekankan Agus peraturan perundang-undangan telah secara tegas melarang aset negara atau barang milik negara dijadikan agunan dan disita.
Pasal 45 UU Nomor 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara secara tegas menyatakan barang milik negara atau daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara atau daerah tidak dapat dipindahtangankan. Kalaupun terjadi pemindahtanganan barang milik negara atau daerah dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal pemerintah harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Kemudian, Pasal 49 UU yang sama menegaskan, barang milik negara atau daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat atau daerah. Barang milik negara juga dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Tak hanya itu, Pasal 50 UU Nomor 1 tahun 2004 menyatakan, pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap uang atau surat berharga milik negara atau daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga; uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara atau daerah; barang bergerak milik negara atau daerah baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga; barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara atau daerah.
Agus meyakini, Muhammad Adil selaku Bupati Meranti maupun pihak Bank Riau Kepri mengetahui aturan tersebut. Untuk itu, Agus meyakini, terdapat unsur pidana korupsi dalam kasus ini.
"Saya yakin bupati atau pejabat bank-nya paham, tetapi memang korupsi saja," katanya.
Agus meminta KPK mengusut tuntas kasus ini. Apalagi, saat ini, Adil telah ditahan oleh KPK usai terjaring OTT dan ditetapkan sebagai tersangka suap. Dengan demikian, pengusutan kasus kantor bupati Meranti digadaikan seharusnya tidak sulit.
Tak hanya menjerat Adil, Agus juga meminta KPK mengusut pihak bank yang menyetujui dan mencairkan pinjaman tersebut.
"Yang penting harus dicari siapa yang tanda tangan. Pihak bank yang menyetujui pencairan dana harus dicari. Penganggung jawab bank itu harus diciduk juga. Hangan didiamkan," tegasnya.
Diberitakan, setelah Muhammad Adil terjaring OTT KPK, satu fakta mengejutkan terungkap. Tanah dan bangunan kantor Bupati Kepulauan Meranti telah digadaikan oleh Muhammad Adil ke Bank Riau Kepri (BRK) Syariah senilai Rp 100 miliar.
Kabar tersebut dibenarkan Plt Bupati, AKBP (Purn) Asmar yang mengaku akan memanggil pihak BRKS untuk meminta penjelasan hingga akhirnya bangunan dan tanah tersebut bisa jadi jaminan.
"Menurut informasi yang saya dapat demikian (digadaikan Rp 100 miliar). Sebab uang itu dalam berita Rp 100 miliar. Kantor, ya termasuk tanah halaman (yang digadaikan)," kata Asmar.
Asmar mengungkap, aset bangunan itu digadaikan Adil ke Bank pada 2022 lalu. Dari pinjaman itu, baru 59 persen yang dicairkan oleh pihak bank. Uang pinjaman itu, kata dia, digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan di Meranti.
Setelah dikonfirmasi kepada pihak bank, lanjut Asmar, angsuran utang yang dibayar baru Rp 12 miliar. Akibatnya, Pemkab Kepulauan Meranti harus membayar cicilan Rp 3,4 miliar per bulan.
Sumber: beritasatu